Ahmad Zainullah Fatah, S.Pd.I
Indonesia
sangat kaya dengan perbedaan tetapi yang paling bias membuat heboh adalah
perbedaan pendapatan. Kita dapat saksikan kasus bailot century yang hingga
detik ini mulai redup pemberitaannya di media. Belakangan telah dilakukan
tindak lanjut dengan memeriksa menteri keuangan dan mantan gubernur BI yang
sekarang menjadi wakil Presiden.
Beberapa
masalah yang terjadi di tengarai berlatar persoalan perbedaan pendapatan. Jika
aliran dana bailot century merata pembagiannya niscaya para elit legislatif
akan bungkam dengan otomatis. Begitupun persoalan lain, mafia kasus yang
kemaren marak pemberitaannya kini perlahan mulai berkurang kadar beritanya.
Dari
dua fakta tersebut dapat ditarik hipotesis bahwa segala drama politik di level
nasional hanyalah sandiwara belaka. Paling ironis lagi yang dicari
ujung-ujungnya (duit-Red). Ke depan hendaknya elit penguasa segera bertaubat
untuk tidak lagi melakukan rekayasa-rekayasa politik yang hanya
dilatarbelakangi uang semata.
Karena
itu, seluruh elemen masyarakat wajib mengambil pelajaran dari sekian deretan
kejadian yang menimpa per-politikan Nasional. Sehingga dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara relevan dengan tata aturan yang berlaku. Utamanya bagi
pemangku amanah atau kebijakan dalam menjalankan roda organisasi mampu me-minimalisir
konflik yang disebabkan masalah dana.
Kalau
kita kaitkan dengan teori kehendak untuk berkuasa(baca : Filsafat modern),
semua manusia akan cenderung memiliki keinginan yang besar supaya dapat
menguasai orang lain. Dalam artian konteks pengetahuan lebih mumpuni daripada
sahabat-sahabat sejawat atau dia kompeten dalam mengibuli orang lain.
Namun,
makna yang lain adalah kemampuan kita dalam menguasai orang secara holistik dan
universal. Jadi sangat realistis apabila pelaksana pemerintahan Indonesia sering
berkonflik. Sebab, mereka sama-sama ingin menjadi penguasa yang kemudian
dijadikan alat mengeruk uang rakyat.
Jika
proses pengerukan uang rakyat tidak merata, berpotensi besar terjadinya konflik
antara para elit penguasa. Yang muaranya sampai kemeja hukum. Padahal orang
yang melaporkan ialah penguasa lain yang tidak mendapat bagian proyek dan atau
se-bangsanya.
Gambaran
realita tadi, tidak hanya terjadi di Jakarta sana. Tetapi disekitar kita juga
sering, misalnya organisasi kemahasiswaan sangat rentan dengan penyelewengan
dana. Makanya, organisasi kemahasiswaan sudah akrab dengan konflik yang
dilatarbelakangi uang. Dan banyak konflik terjadi sampai sekarang tak kunjung
reda.
Nah, kalau ingin konflik tidak terjadi lagi perlu ada
komitmen untuk membuka ruang transparansi ke-uangan organisasi. Mungkin itu
merupakan isapan jempol belaka.
Tapi tidak ada salahnya berharap agar konflik di organisasi lebih
karena, perbedaan pendapat bukan pendapatan.