“Untuk
mencapai sesuatu yang diingikan maka kita akan berusaha semaksimal mungkin
untuk mendapatkannya, namun jika kita tidak mampu maka kita akan mencoba untuk
meminta bantuan orang lain yang kita anggap mampu atau sebanding dengan kita untuk
mencapai tujuan kita tadi”.
Perilaku
individu yang sederhana ini kemudian ditarik pada konteks sosial yang lebih
besar yakni organisasi. Sebenarnya organisasi adalah upaya pengorganan dari
sekian banyak kerja, tugas, dan satuan kelompok orang, sehingga tercapinya
sesuatu yang diinginkan. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan efektiftas
dalam menyelesaikan pekerjaan. Untuk itulah dipandang perlu melakukan pengorganisasian.
PMII
adalah organisasi pergerakan yang mempunyai tujuan, mutlak memerlukan upaya
pengorganisasian. Dalam proses kesejarahan maka akan terlihat bagaimana PMII
kemudian menjadi sebuah organsisasi dan kemudian meletakkan tujuan dasarnya.
Kelahiran PMII berawal dari kegelisahan
anak muda NU yang belajar di perguruan tinggi. Kegelisahan itu terjawab dengan
didirikannya IMANU (Ikatan Mahasiswa NU) pada akhir 1955. Namun IMANU tidak
berumur panjang, karena PBNU menolak keberadaannya dan menampung aspirasi
berorganisasi mahasiswa NU ke departemen perguruan tinggi dalam wadah IPNU.
Baru kemudian pada konfrensi besar IPNU pada tanggal 14 – 16 Maret 1960 di
Kaliurang Jogja, ada kesempatan untuk mendirikan organisasi sendiri, karena
departemen itu dinilai tidak efektif lagi menampung aspirasi mahasiswa yang
begitu besar. Kesepakatan itu lalu di tindak lanjuti sebulan setelahnya pada
tangal 14 – 16 April 1960 di Taman Pendidikan Siti Khadijah Surabaya.
Bertepatan dengan itu ketua PBNU KH. DR. Idham Khalid memberikan lampu hijau,
bahkan beliau sempat membakar semangaat agar mahasiswa mempunyai prinsip “
Ilmu untuk di amalkan bukan ilmu untuk ilmu “ maka lahirlah PMII pada
tanggal 17 April 1960.
Dari
selayang sejarah ini, kelahiran PMII diwarnai banyak pertarungan kepentingan.
Konflik tak terelakkan baik antara kau tua dan muda bahkan antara sesama kaum
muda. Ini mengidikasikan bahwa banyak interes yang kontra-produktif sehingga
pihak yang merasa dirugikan tidak menghendaki kehadiran PMII. Dalam perpektif
Organsisasi, bagaimana PMII mencapai tujuan dengan didasarkan visi kepemimpinan
basis ideologi, sistem kaderisasi, format dan stratak gerakan. Hal ini menjadi
penting kemudian jika dalam proses sosial dan dinamikanya PMII ingin terlibat
dan ingin memberikan perubahan. Dari sekian momentum yang dijadikan pijakan
maka kitapun dapat menilai keberhasilan PMII dalam mewujudkan tujuannya.
a.
Visi kepemimpinan
Keberadaan PMII tidak terlepas pada konteks dan proses kebangsaan
(kerakyatan). Dalam perjalanannya tren visi kepemimpinan ini juga akan
disesuaikan dengan perubahan yang terjadi baik di internal organisasi maupun di
eksternal organisasi. Proses kesejarahan ini juga yang akan mematangkan visi
kepemimpinan. Karena disetiap kondisi baik makro maupun mikro dari bangsa ini
mau tidak mau PMII memberikan kontribusi untuk kepentingan bersama (rakyat). Pada
posisi inilah PMII sebagai bagian dari nation-state seyogyanya menata diri guna
menunjukkan peran kesejarahan dengan mengukuhkan kembali komitmen dan keberpihakan,
penegakkan demokrasi dan penguatan masyarakat civil society yang telah
dipancangkan sebelumnya. Sementara para pemimpin bangsa belum menunjukkan
kenegarawannya hingga membawa bangsa ini keluar dari krisis. Yang juga berarti
tugas PMII belumlah usai.
Dengan demikian PMII sebagai komunitas mahasiswa harus mampu
memposisikan diri sebagai perekat bagi semua komponen kebangsaan yang ada,
tanpa pretensi melebihkan suatu kelompok dengan kelompok yang lainnya upaya
yang dilakukan PMII untuk merangkul semua pihak (kelompok) di masyarakat perlu
mendapatkan perhatian yang lebih bermakna. Artinya bahwa upaya tersebut
diperluas spektrum dan jangkauannya di masyarakat. Komunikasi dialogis seluruh
komponen kebngsaan inilah bentuk penghargaan yang harus kita selamatkan pada
pluralitas kebangsaan. Dan disinilah ide besar kepemimpinan PMII akan diuji.
b. basis ideologi
PMII
sebagai organisasi pergerakan perlu adanya penguatan ideologi yang menjadi ruh
gerakan, kemudian juga agar gerakan yang dilakukan lebih bermakna. Penguatan
dan pencarian terus menerus sebagaimana yang menjadi watak PMII sebagai
organisasi intelektual dan massa,
harus dilakukan sepanjang masa, sesuai dengan tuntutan zaman agar ideologi yang
dibangun tidak menghalangi gerakan PMII. Karena kita ketahui bahwa ada
bermacam-macam sifat dari ideologi baik itu yang bersifat merintangi, maupun
yang membantu atau mengarahkan. Ideologi bersifat merintangi karena ide yang
dijadikan pedoman telah menjadi sistem yang menjadi perilaku dan yang
mempertahnkan tatanan yang ada. Sehingga ia menjadi kekuatan yang mengendalikan
daya pikir, tata bicara, dan tata tindak. Oleh karena itu mau tidak mau
ideologi itu menjadi sumber petaka dari sebuah organisasi. Kemudian ideologi
sebagai pengarah gerakan adalah untuk memaksakan perubahan agar mengikuti
perubahan tertentu dari logika ideologi. Bayanga masa depan yang dibangun
sebuah ideologi akan mengarahkan jalannya gerakan perubahan dalam masyarakat.
Walau ideologi seperti ini akan menjadi pemikiran utopis yang tidak sesuai
dengan realitas yang terjadi dan cenderung meledakkan tatanan ikatan yang ada,
namun sangat efektif membangun kesadaran bersama.
Ideologi dilihat pada sasarannya sebagai suatu
cara berfikir yang menjelaskan kepentingan dan pandangan istimewa suatu kumpulan
sosial tertentu. Ideologi selalu dipengaruhi oleh sosio-ekonomi sesuatu
masyarakat. Kemudian ideologi juga timbul karena kehendak nurani manusia untuk
membentuk peraturan intelektual di dalam masyarakat. Dalam suatu ideologi akan
diwarnai oleh hasil pemikiran mereka yang melahirkannya tentang realitas
masyarakat dimasa lalu dan tentang visi dimasa yang akan datang. Pengertian dan
analisa mereka tentang nilai dasar keadilan sosial, umpamanya, tentunya amat
berkaitan dengan dengan suasana dan kondisi masyarakat yang mungkin sekali
sudah amat jauh berbeda. Oleh sebab itu, pengertian dan analisa tentang
keadilan sosial tidak sesuai, lagi dan mungkin tidak bersentuhan sama sekali
dengan realita yang baru. Penegrtian masyarakat tentang nilai-nilai dasar itu
yang lambat laun menjerumuskannya menjadi tidak bermakna sama sekali. Kalau
maknanya sudah hilang masyarakat tidak akan mempedulikannya lagi, bahkan akan
memandang dan meperlakukannya secara sisnis. Sehingga diperlukan keluesan atau
fleksibilitas di dalam suatu ideologi untuk membuka jalan pada generasi muda yang
nantinya akan melahirkan interprestasi-interprestasi baru yang akan digunakan
sesuai dengan zamannya.
c. Kaderisasi
Dalam perspektif kaderisasi PMII mencoba manjadikan
proses ini menjadi jawaban yang nyata terhadap tujuan yang dingikan dengan
terlebih dahulu memproduksi kader-kader yang berkualitas tentunya. Hal ini sangat
penting sebelum melakukan proses distribusi dan perebutan. Mengingat kekuatan
yang akan dibangun haruslah lebih besar dengan kekuatan lain (lawan) atau
minimal sebanding sebelum melakukan pendistribusian kader dan melakukan usaha
perebutan. Kuantitas belum cukup untuk melakukan usaha tadi, oleh karena itu
mutlak diperlukan upaya terus-menerus untuk memproduksi kader seraya melakukan
perbaikan kualitas kader, baik dibidang umum maupun bidang fakultatif. Banyak
kader kemudian tidak respek terhadap persoalan yang menjadi wilayah garapan
organisasi, dengan membiarkan atau bahkan keluar dari PMII. Ini menunjukkan
bahwa sistem organisasi tersebut tidak berjalan dengan maksimal sehingga
mangalami kemandekan.
Citra
diri Ulul Albab yang idealkan PMII kiranya akan sirna juga seiring dengan
melemahnya manajement organisasi tersebut. Individu-individu yang membentuk
komunitas dipersatukan oleh konstruksi ideal seorang manusia. Secara ideologis
PMII merumuskannya sebagai Ulul Albab yang diartikan sebagai seseorang yang
haus akan ilmu pengetahuan, tetap taat beribadah, dan terus melakukan upaya
taransformasi-taransformasi di tengah-tengah masyarakat. Ulul Albab itu yang dalam bahasa pergerakan sebagai kader
pelopor (vanguardist), asal usulnya berasal dari khasanah bahasa politik. Yang
pertama kali diperkenalkan oleh Lenin tahun 1980-an. Kader pelopor
(vanguardist) menghendaki sosok kader yang berkesadaran historis-primordial
atas relasi Tuhan-Manusia-Alam, Berjiwa optimis transendental atas kemampuan
pribadi dalam mengatasi semua persoalan kehidupan, berpikir dealektis-struktural
dalam melihat berbagai peristiwa sosial kemasyarakatan, bersikap kritis
proporsional menghadapi berbagai perbedaan dan berperan di masyarakat yang
transformatif kultural.
d. Stratak gerakan PMII
Hal
yang perlu diperhatikan sebelum merancang strategi taktis gerakan adalah; pertama, mekanisme gerakan. Persoalan yang muncul
setelah dirumuskannya paradigma kritis transformatif adalah bagaimana membangun
mekanisme gerakan. Mekanisme ini lebih berkaitan dengan, bagaimana membangun
pengetahuan dan kesadaran sehingga secara mekanik gerakan PMII dapat
dijalankan. Ide mekanisme yang perlu diperhatikan dalam gerakan PMII adalah;
penguatan ideologi, desentralisasi gerakan, menghargai kompetisi (konflik) dan
pemanfaatan teknologi informasi. Kedua, pola gerakan. Pola gerakan
menjadi sangat penting artinya bagi sebuah organisasi seperti PMII dalam
mengembangkan kiprahnya dimasa yang akan datang. Tanpa memiliki pola gerakan
yang jelas rasanya sangat sulit bagi PMII untuk mewujudkan cita-citanya.
Ada tiga tawaran yang bisa
diadopsi oleh PMII yakni ; a). pola
evolutif adalah perubahan secara perlahan-lahan, atau merupakan tahapan
proses untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan. Dalam perspektif
berpikir evolutif, PMII pada tahap awal dibesarkan dalam budaya tradisional,
dalam perkembanganya harus menuju neo-tradisionalis untuk mencapai tahapan yang
idealitas. b). Pola akulturasi
merupakan suatu strategi perubahan sosial yang mengacu pada pengaruh suatu kebudayaan
terhadap kebudayaan yang lain atau saling mempengaruhi antara dua kebudayaan
yang mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan tertentu. Perubahan
kebudayaan dimulai dengan berhubungnya dua sistem kebudayaan atau lebih yang
masing-masing otonom. Akulturasi terjadi lewat kegiatan penyiaran agama,
migrasi, ekspansi ekonomi dll. Dalam
konteks organisasi, pola akulturasi dapat dilakukan secara intrnal dalam
rangka penguatan peran organisasi. C). pola taransformasi
adalah gerak untuk mengubah dari sesuatu yang masih bersifat abstrak ke tataran
perilaku empirik.
Setelah
melihat mekanisme gerakan dan pola gerakan maka maka akan terlihat bagaimana
kita akan merumuskan strategi taktis gerakan untuk PMII ke depan. Kemudian
kalau kita rumuskan dan kita sistematisir kira-kira sebagai berikut. Pertama
harus ada Targetan, dalam targetan
ini barometer yag digunakan adalah open, equality, emansipative, individu,
group, dan struktu sosial. Kedua harus ada Agen,
yang terdiri dari kelompok strategis, (Ormas, NGO, OKP, kelompok diskusi
dll), partisipasi warga. Modal ini yang akan membangun kemandirian dengan
kesadaran yang tumbuh dari pemahaman konferensif terhadap ruh gerakan. Yang
ketiga harus ada Metode, keberhasilan
suatu strategi gerakan akan dipengaruhi oleh metode yang dipakai. Hal ini harus
menjadi perhatian dalam merumukan metode apa yang akan dipakai oleh organisasi
gerakan seperti PMII. Secara umum metode yang sering dipakai oleh organisasi
biasanya 1). Non violence yang
menekankan pendekatan persuasif, anti kekerasan. Metode ini juga yang
bersentuhan dengan wilayah sakral manusia. 2). Konfrontatif metode yang menekankan pendekatan pemaksaan
(kekerasan), berdiri secara berlawanan dengan penguasa merupakan langkah yang
efektif untuk melakukan perubahan sosial. 3). Kooperatif nan Kooptasi, yang menekankan hubungan kerja sama untuk
mempengaruhi pihak lain dengan prinsip
win-win solution. Metode kooperatif harus didasari oleh sikap yang mandiri,
dan kedewasaan dalam melakukan hubungan dengan pihak lain. Tanpa adanya konsep,
sikap kemandirian sebuah organisasi akan mudah dikooptasi oleh suatu
kepentingan.
Salah
satu kekuatan PMII yang harus dikembangkan adalah kedekatannya dengan arus
bawah/pinggiran. Investasi ini adalah modal sosial yang akan menjdai salah satu
kekuatan kita dalam melakukan perubahan.