Mohon Maaf Kepada Semua Pihak Apabila Ada Kesamaan Dalam Penulisan Ataupun Isi Lainnya, "Kritik & Saran" Kami Tunggu, Terima Kasih...!

Jumat, 10 Februari 2012

MEMBANGUN POLA PIKIR KADER YANG KRITIS, KREATIF DAN DINAMIS

Luis Althusser mengklasifikasikan tiga kelas dalam masyarakat yakni kelas atas, kelas menengah dan kelas bewah. Dengan dasar ini ia berasumsi bahwa yang paling mungkin untuk melakukan perubahan adalah kelas menengah, karena dari segi ekonomi dan pendidikan lebih banyak dibandingkan dengan kelas bawah dan secara kepentingan pragmatis lebih kecil ketimbang kelas atas. Termasuk di dalam kelas menengah ini “Mahasiswa”.
Mahasiswa sebagai kader organisatoris harus menjadi sentrum perubahan di lingkungan ia berada. Baik itu ditengah komunitasnya sendiri atau ditengah-tengah masyarakat. Mahasiswa juga dituntut untuk berpikir kritis dalam melihat setiap persoalan. Sejarah perjalanan bangsa ini juga mencatat bahwa mahasiswa sebagai salah satu elemen penting dalam melakukan perubahan. Tregedi runtuhnya orde lama dan tumbangnya orde baru sebagai symbol dari eksistensi mahasiswa, walaupun mahasiswa bukan sebagai factor tunggal dalam melakukan perubahan. Dalam diri yang namanya “Mahasiswa” ini terdapat pola dan sikap yang kritis sebagai senjata untuk melakukan perubahan. JAMMA sebagai wadah aktualisasi dari mahasiswa, berusaha untuk membangun jiwa-jiwa yang kritis dari kadernya. Kritis disini bukan kritis asal protes tetapi kritis yang punya landasan.
Secara sederhana berpikir kritis dapat diartikan sebagai berpikir ulang tentang sesuatu hal yang mempengaruhi prilaku manusia, sehingga ia dapat menemukan makna yang sebenarnya. Sikap kritis ini seharusnya didasarkan atas sebuah paradigma karena dengan paradigma akan membarikan arahan dalam menyelasaikan sebuah masalah.

dalam  khazanah ilmu sosial, ada beberapa pengertian paradigma yang dibangun oleh oleh para pimikir sosiologi. Salah satu diantaranya adalah G. Ritzer yang memberi pengertian paradigma sebagai pandangan fundamental tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu. Paradigma membantu apa yang harus dipelajari, pertanyaan yang harus dijawab, bagaimana semestinya pertanyaan-pertanyaan itu diajukan dan aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperoleh. Paradigma merupakan kesatuan consensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu dan membedakan antara kelompok ilmuwan. Menggolongkan, mendefinisikan dan yang menghubungkan antara eksemplar, teori, metode serta instrumen yang terdapat di dalamnya.

Secara sederhana pengertian paradigma dijadikan dirumusan sebagai titik pijak untuk menentukan cara pandang, menyusun sebuah teori, menyusun pertanyaan dan membuat rumusan mengenai suatu masalah. Lewat paradigma ini pemikiran seseorang dapat dikenali dalam melihat dan melakukan analisis terhadap suatu masalah. Dengan kata lain, paradigma merupakan cara dalam “mendekati”obyek kajianya (the subject matter of particular dicipline) yang ada dalam ilmu pengetahuan. Orientasi atau pendekatan umum (general orientations) ini didasarkan pada asumsi-asumsi yang dibangun dalam kaitan dengan bagaimana “realitas” dilihat. Perbedaan paradigma yang digunakan oleh seseorang dalam memandang suatu masalah, akan berakibat pada timbulnya perbedaan dalam menyusun teori, membuat konstruk pemikiran, cara pandang, sampai pada aksi dan solusi yang diambil.

Asal dari paradigma kritias adalah hasil kolaborasi dari plural paradigm dengan konflik paradigm yang berakar pada pemikikiran kritisisme immanuel kant dan dialektikanya hegel serta paradigma konfliknya marx. Teori kritis mengutuk ilmu-ilmu positif, karena ilmu positif tidak mempersoalkan masyarakat, melainkan berusaha untuk melancarkan proses pembelengguan atas masyarakat dengan mengatasnamakan ilmu. Teori kritis sangat heterogen, para penganutnya tidak sepaham antara satu dengan yang lainnya, dan saling menanggapi dan mengkritik, yang mempersatukan mereka hanya satu yaitu anti dogmatis dan menolak “marxisme resmi” dan juga menolak segala macam ideologi dan pembakuan hidup yang bisa membelenggu dan mengurangi kebebasan manusia. Salah satu unsur lain dari teori kritis adalah tuduhan bahwa dibelakang obyektifitas ilmu-ilmu tersembunyi kepentingan-kepentingan penguasa yang eksploitatif.

Dari sini kita dapat melihat begitu kompleksnya persoalan-persoalan yang kita hadapi. Mulai dari hal yang kecil sampai yang besar dan dari hal yang kasat mata sampai pada hal yang abstrak.